Gaya berbicara dengan menghubungkan suara dengan kata-kata, atau gaya bahasa.
- Gaya bahasa Aksidenton, yaitu pembicara berusaha agar penerima pesan memperhatikan seluruh kalimat yang diucapkan, bukan pada bagian-bagian dari kalimat.
- Gaya bahasa polisidenton, yaitu pembicara berusaha agar penerima pesan mengarahkan perhatiaannya terarah pada kalimat demi kalimat.
- Gaya bahasa klimaks, yaitu pembicara berusaha agar pendengar tertarik akan pembicaranya dan memperoleh perbandingan yang mendalam.
- Gaya bahasa anti klimaks, yaitu pembicara berusaha agar pendengar tertarik akan pembicaraannya pada akhir pembicaraannya.
- Gaya bahasa hiperbola, yaitu pembicara berusaha menarik perhatian pendengar dengan menggunakan bahasa yang "menyangkatkan". Misalnya: Pak Karto bekerja keras membanting tulang untuk menghidupi keluarganya. Zhi-zhi belajar dengan memeras otak agar dapat naik kelas, Pak Bonar bekerja keras memeras keringat untuk membiayai sekolah anaknya yang semata wayang.
- Gaya berbicara dengan gerak air muka (mimik). Pada gaya ini, pembicara tidak mengeluarkan kata-kata, tidak juga diam, akan tetapi dengan gerak air muka, (dengan mengedipkan mata kanan/kiri yang mungkin berarti supaya orang lain diam saja, memelototkan mata kepada anaknya yang berarti melarang melakukan sesuatu)
- Gaya berbicara dengan gerak anggota badan (panto mimik). Pada jenis gaya bicara ini, pembicara tidak mengeluarkan kata-kata, akan tetapi membuat gerakan-gerakan pada bagian tubuhnya (membuat kode dengan jari/dan tangan yang berarti istirahat, mengangkat bahu yang berarti tidak tahu, menggelengkan kepala yang berarti tidak mau).
- Gaya berbicara dengan gerak-gerik (panto mimik dan mimik). Pembicara menyampaikan pesannya dengan gerak muka berbarengan dengan gerak anggota badan. Gerak gerik bukan hasil kebudayaan semata-mata, akan tetapi tubuh sendiri sebagai alat komunikasi.
terima kasih. sangat membantu.
BalasHapusSangat membantu
BalasHapus